Malang, PERSPEKTIF –Saat ini marak munculnya beberapa
perkumpulan informal, seperti Himpunan Mahasiswa Poros Kiri, Forum
Diskusi Kemasyarakatan Komunikasi (FDKK), Front Mahasiswa, Interdisciplinary Urban Policy Studies,
dan lain sebagainya.Perkumpulan-perkumpulan tersebut seringkali mengadakan diskusi-diskusi di kalangan mahasiswa. Munculnya perkumpulan-perkumpulan tersebut tidak terlepas
dari keinginan mereka untuk berdiskusi yang belum diwadahi oleh organisasi
intra kampus.
Rainsha C. Bethel, selaku Ketua Himpunan Mahasiswa
Hubungan Internasional (HIMAHI) mengatakan bahwa forum diskusi yang dibuat
diluar himpunan bukanlah merupakan suatu masalah, selama forum tersebut
mempunyai hasil yang positif. “Saya akui sendiri di HIMAHI terlambat mengadakan
proker (diskusi – red) ini yang seharusnya dari semester kemarin karena
masalah internal kepengurusan kita sendiri yang mengharuskan diskusi ini
dilakukan di akhir semester ini. “ujarmahasiswa
yang akrabdisapa Reno tersebut.
Sejalan dengan perkataan
Reno,
Fajar Surya Dewantara selaku ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi
(HIMANIKA)
mengatakan bahwa diskusi merupakan sesuatu yang penting karena mampu menambah
wawasan mereka . “Bisa kok kita (HIMANIKA – red) mengadakan diskusi. Mungkin memang tidak terlalu konkrit dalam
arti pemoderator, pembicara. Kita tidak mematikan orang-orang berdiskusi, malah itu bagus dong
untuk meningkatkannalar kita, wawasan kita dan memang butuh kok diskusi, butuh banget," pungkas Mahasiswa yang
akrab disapa Fajar itu.
Fajar pun mengakui bahwa tidak semua
mahasiswa yang suka berdiskusi dapat merasa terhimpun dengan program kerja
(proker)
himpunannya. Hal ini dikarenakan, setiap ketua himpunan mempunyai persepsi masing-masing tentang bagaimana
mereka menghimpun anggotanya. Fajar mengatakan
cara untuk menghimpun tergantung pada diri masing-masing. “Beberapa menggunakan
pendekatan personal entah itu melalui program kerja, ikut dalam kegiatan, atau ngobrol-ngobrol bareng,” tambahnya.
Reno mengungkapkan kecenderungan cara himpunan menghimpun mahasiswa adalah
melalui proker.
Ia menganggap bahwaproker merupakan
implementasi dari HIMAHI untuk menghimpun mahasiswa Hubungan Internasional. “Jadi
kenapa banyak sekali proker karena kita ingin menghimpun dengan cara mengadakan
proker” ungkapnya.
Nanda Pratama, selaku inisiator dari diskusi kamisan yang
dilaksanakan oleh Front Mahasiswa menganggap bahwa proker tersebut kurang efektif sehingga menimbulkan
beberapa perkumpulan diskusi di luar HMJ dan BEM.Hal
ini di karenakan diskusi yang diadakan cenderung dalam bentuk seminar yang
masih terkesan eksklusif. “secara umum eksklusif
dimaknai sebagai ketertutupan, diskusi yang terbatas, dan harus bayar harga tiket masuk,”
ujar mahasiswa yang akrab disapa Nanda tersebut.
Nanda menambahkandiskusi yang baik adalah
yang dinamis, demokratis, serta harus mempunyai sprit yang egaliter. “Untuk itu
diskusi yang baik harus berjalan demokratis, tidak ada yang merasa lebih
pintar, tidak ada yang menggurui satu sama lain, yang ada saling bertukar
pikiran persepsi. Akhirnya membentuk
pemikiran-pemikiran baru yang itu bisa
kawan-kawan bawa ke fakultas masing-masing,” pungkasnya. Selainitu, bagi Nanda diskusi diharapkan
menghasilkan output peningkatan
kualitas dari mahasiwa.
Senada dengan Nanda, Rismal Akbar Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012
mengatakan bahwa diskusi yang baik adalah memiliki tujuan dan output. “Jadi jangan cuma diskusi
yang dibawah atap gazebo, goal yang diharapkan seperti apa. Diskusi
itu kan kasarannya merumuskan, memecah masalah dalam
diskusi itu dan yang ikut diskusi tau apa
masalahnya dan tujuannya,” Tutupmahasiswa yang aktif dalam FDKKtersebut.(nnd/hen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar