Sabtu, 06 Februari 2016

Surat dari Praha Masih Berpolemik

Berdua - Angga Dwimas Sasongko dan Irvan Ramli berpose depan kamera setelah melakukan diskusi di Lavoz malang (3-2)

Malang, PERSPEKTIF Penayangan film ‘Surat Dari Praha’ yang diproduseri oleh Glenn Fredly dan Visinema Pictures masih menyimpan permasalahan terkait dugaan plagiasi. Sebab, film ini memiliki banyak kesamaan dengan buku berjudul sama yang ditulis oleh seorang pengajar di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) Yusri Fajar dan diterbitkan tahun 2012 lalu.

Garis besar cerita kedua karya ini mengisahkan eksil mahasiswa Indonesia yang dikirim presiden Soekarno ke Praha yang ketakutan kembali ke Indonesia pasca tragedi ’65. Alhasil, mahasiswa eksil ini hanya bisa berkomunikasi dengan keluarganya melalui surat.

Ketika ditemui PERSPEKTIF di UB Hotel Kamis (27/1) lalu, Yusri mengatakan dirinya cukup kaget ketika rekannya mengabarkan bahwa bukunya akan difilmkan. “Waktu itu rekan menelepon dan mengabarkan soal ini. Terang saja saya cukup kaget, sebab belum ada pembicaraan sama sekali dengan produser film,” akunya.

Meskipun sempat mengadakan pertemuan dengan Visinema Pictures pada 9 Agustus 2015, Yusri mengaku belum ada titik temu antara dirinya dengan produser. Ada beberapa hal yang dirasa Yusri belum cukup jelas. Misalkan, kesamaan judul dan garis besar cerita antara buku saya dan film itu. “Kami masih mempertanyakan mengapa sampai terjadi kesamaan judul dan garis besar cerita antara buku saya dan film itu,” ujar pria asal Banyuwangi ini.

Terkait dengan langkah-langkah yang akan diambil, Yusri akan melakukan upaya untuk memperjuangkan karyanya melalui jalur hukum. Untuk itu dia membentuk tim hukum yang terdiri dari beberapa rekannya di Fakultas Hukum (UB) untuk menangani kasus ini dan siap melayangkan somasi kepada produser film.

Polemik yang kontraproduktif

Berselang enam hari sejak pemutaran perdana film ini Jum’at (28/1) lalu, dua filmmaker-nya menyambangi Malang. Sutradara Film, Angga Dwimas Sasongko dan penulis script Surat Dari Praha Irvan Ramli yang di sela-sela kesibukannya menyempatkan mampir ke Malang pada Rabu (3/2) kemarin. Kedatangan mereka ke Malang dalam rangka Nonton bareng dan diskusi tentang film yang telah mereka garap itu.

Pada hari itu, jam kedua (14.30) pemutaran film di bioskop XXI, di-booking oleh pihak panitia Visinema pictures. Para penonton Malang saat itu tidak mengeluarkan sepeser pun uang untuk menonton. Alhasil antrian panjang berderet di depan pemesanan tiket.

Sementara itu, Angga merasa bahwa ide pembuatan film itu tidak berasal dari buku tersebut. Ia mengatkan bahwa ide film ini sudah ada pada tahun 2011, saat pembuatan film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku. Ia menambahkan bahwa cerita eksil pun tidak asing dengan dirinya.” Om saya dulu eksil Praha,” katanya ketika diskusi di Lavoz.

Angga merasa bahwa polemik yang ada ini sangatlah kontraporduktif. Karena ia merasa tidak pernah menerima gugatan somasi, sehingga ia tidak tahu harus merespon bagaimana. “pasal apa yang dituntut, pun saya tidak tahu,” katanya pada peseta diskusi.

Kemudia ada sebuah petisi di change.org yang pada saat itu telah ditandatangani sekitar 40 orang. “ketika petisi keluar, stakeholder terganggu. Ini tidak malah menambah penjualan film, malah menguras energi,” aku Angga. Hal itu pun menyebabkan ia tidak sempat menghitung jumlah penonton di bioskop, sesuatu yang sebelumnya dilakukan.

Melihat permasalahan ini, Irvan mencoba berkomentar. “Melihat susuatu itu prosesnya harus panjang.” Data yang mereka peroleh pun adalah hasil dari validasi langsung ke Praha.

Melihat polemik yang menimpa film karyanya, rabu siang (3/2) sebelum acara nobar di bioskop Angga Dwimas Sasongko sempat bertemu dengan Yusri. “Pertemuan tadi siang berlangsung kondusif dengan Pak Yusri. Ia menambahkan bahwa ia tidak mau ada polemik di media. “akan ada dialog lanjutan, kita masih ingin elaborasi,” ujar Pria berkacamata itu. Ia pun meminta agar media cooling down dulu. 

Pemutaran film dan diskusi yang digratiskan ini mengundang tanda tanya. Hal ini tidak terlepas dari polemik yang terjadi terkait dugaan plagiasi. Banyak kalangan menilai pemutaran gratis ini adalah bagian dari strategi pasar dan strategi menghindari polemik yang berkelanjutan. Dalam diskusi bertajuk “Adaptasi Sastra Ke Film dan Problematikanya” di Kalimetro Rabu (3/2) salah satu pegiat sastra Kota Malang Deny Mizhar pun turut mempertanyakan polemik ini. “Apakah polemik ini adalah bagian dari sumber ekonomi? Kenyataannya begitu, polemik diciptakan sehingga laku,” ujarnya.

Masuknya logika pasar pada setiap karya pun tak lepas dari kritik. Karya tak lagi dibuat untuk tujuan memberi pengetahuan baru mengenai sesuatu, melainkan dibuat untuk memenuhi tujuan mencari keuntungan. Dalam industri kreatif belakangan ini, profit dijadikan motif utama pembuatan karya.

Adaptasi film dari karya sastra adalah hal yang wajar selama ada kredit atau apresiasi yang diberikan pada pembuat karya sebelumnya. Misalkan, film ‘Sang Penari’ yang dibuat berdasarkan adaptasi ‘Ronggeng Dukuh Paruk’ karya Ahmad Tohari pun tak luput mencantumkan apresiasi. Minimal penyebutan dan pengakuan bahwa karya telah dibuat seseorang sebelumnya.

Ada etika akademis yang jelas-jelas mengatur bagaimana plagiasi dapat terjadi. Pengkaji budaya dan pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Mundi Rahayu menilai adaptasi sastra ke film akan mengalami banyak perubahan. Misalkan soal narasi, tafsir teks dan kemudian visualisasi tak bisa seratus persen sama dengan karya aslinya adalah hal yang wajar. Namun dia menegaskan satu hal yang tidak bisa ditoleransi adalah tindakan plagiasi atau jiplakan. “Minimal ada kredit yang diberikan pada pembuat karya sebelumnya,” tegas Mundi. (ade/rip)

Sabtu, 30 Januari 2016

"Birokrat Kampus Tak Ramah Terhadap Kebebasan Berekspresi Mahasiswa"

 
Meriah - Penyerahan plakat oleh Sekjend PPMI kepada dari perwakilan Kemenristek Dikti (Theo/Perspektif)
Malang, PERSPEKTIF - Seminar Nasional yang diselenggarakan dalam rangka memeringati dies natalis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang ke-23 mengangkat tema "Pembungkaman Gerakan Mahasiswa di Era Demokrasi". Seminar ini diadakan pada Sabtu (30/1) bertempat di hall rektorat Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus).

Pihak birokrat kampus seringkali bersikap tak ramah dan mengekang kebebasan berekspresi mahasiswa di ranah kampus. Kegiatan-kegiatan mahasiswa seperti diskusi dan pemutaran film seringkali mengalami penentangan. Tak jarang kegiatan tersebut dihalang-halangi bahkan dibatalkan  oleh kampus. 

Sekretaris Jendral PPMI Nasional Abdus Somad mengatakan "kegiatan-kegiatan diskusi di kampus bahkan hanya sekedar menonton film pun mendapat tentangan padahal hal-hal seperti itu sebagai suatu pembelajaran, saya menyayangkan birokrasi kampus terlalu memandang sempit kegiatan keilmuan" ucap pria yang akrab disapa Somad tersebut. Ia menambahkan, kegiatan organisasi pers mahasiswa sering mendapatkan pengekangan yang disebabkan pihak birokrat tidak tahan terhadap kritik dari pers mahasiswa. Lebih lanjut ia menyatakan birokrat kampus harus memahami etika jurnalistik. "Birokrat harus paham etika jurnalistik," tegas Somad.

Terkait permasalahan pengekangan terhadap kebebasan berekspresi mahasiswa, Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Pembelajaran Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi  Asep Supanda mengatakan, "banyak laporan-laporan dari berbagai pihak mengenai hal itu, kami secara pribadi mengklarifikasi ke rektor,  kami datangi langsung," tutur pria berambut putih itu. 

Mengenai beberapa kasus yang menimpa kegiatan pers mahasiswa maupun kegiatan organisasi di kampus lain yang mengalami penentangan, Asep menerangkan bahwa itu  dikembalikan lagi kepada Perguruan Tinggi masing-masing. "Itu diatur di dalam pasal 77 mengenai organisasi mahasiswa,  kewenangan ada di Perguruan Tinggi, namun kami mempunyai instrumen mengenai hal itu," pungkasnya. (lta)

Dies Natalis ke-23, PPMI Ajak Pers Mahasiswa Soroti Ketidakadilan di Institusi Pendidikan


Agenda Dies Natalis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional yang ke-23 dihelat di Semarang pada 29 Januari hingga 2 Februari 2016. Agenda ini jadi momentum untuk penguatan langkah pers mahasiswa kawal isu bersama terkait pendidikan tinggi.

Kegiatan ini dihelat dengan tujuan untuk memantapkan posisi pers mahasiswa dalam masalah Pendidikan Tinggi. Sekjen PPMI Nasional, Abdus Somad mengatakan bahwa hal ini sebagai upaya untuk merespon birokrasi kampus dan apratus negara yang sewenang-wenang memperlakukan insan pers mahasiswa. “Pers mahasiswa harus bisa melawan hegemoni ini. Lewat cara menulis dan memperjuangkan apa yang perlu diperjuangkan.”

“Harapan kami kita saling menguatkan antar aktivis pers mahasiwa. Karena satu pers mahasiswa diusik, maka seribu pers mahasiwa mengaung,” tambah Somad.

Selain itu menurut Somad, pers mahasiswa juga perlu memantapkan peran dan fungsi pers mahasiswa dalam melihat maraknya pembungkaman. Serta partisipasi publik dalam menggatasi pembungkaman persma. “Kekuatan ini sekaligus kami harap bisa jadi penyadaran pada publik,” kata Somad.

Mengusung tema 'Pers Mahasiswa Bangkit dan Melawan Pembungkaman', PPMI berharap bisa memupuk semangat insan pers mahasiswa dalam melawan kesewenang-wenangan. Terlebih maraknya pembredelan yang dialami oleh persma sendiri. “Semoga tak ada lagi pelarangan diskusi akademik/ilmiah dan kegiatan mahasiswa, di dalam lembaga yang semestinya menjunjung tinggi nilai demokrasi juga keilmuan yang ilmiah.”

Sementara itu, Dr. Djoko Setyo Hartono, MM, M.Kn., Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Semarang mewakili Rektor Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd. mengatakan bahwa langkah PPMI cukup sudah cukup bagus. “Kami berharap teman-teman semakin dewasa. Karena banyak insan pers mahasiswa yang sukses di berbagai bidang,” pesan Hartono saat memberi sambutan.

Hartono juga menambahkan bahwa dalam masa pembangunan ini, pers mahasiswa memiliki potensi dalam jangka panjang. “Indonesia butuh jurnalis yang kiritis mengawal pembangunan,” tegasnya.

Sebagai pembuka rangkaian acara ini, panitia mengundang Gubernur Jawa Tengah, H. Ganjar Pranowo SH MIP. Namun Ganjar menginstruksi Drs. Nurhadi Amiyanto, M.Ed., Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah untuk memberi sambutan dan membuka acara Dies Natalis PPMI ke-23.

Nurhadi terkesan dengan agenda Dies Natalis PPMI. Ia menyatakan saat ini banyak jurnalis yang tak memiliki wacana jurnalisme yang mumpuni. “Memang sekarang banyak orang pers yang tidak intelektual. Tapi saya harap lewat agenda PPMI semacam ini, mahasiswa bisa meningkatakan wacana dan kemampuannya di bidang jurnalistik,” jelasnya.

Penguatan Sumber Daya Manusia

Tema besar tersebut kemudian dikemas oleh panitia dalam beberapa kegiatan. Seperti seminar nasional yang bertajuk 'Pembungkaman Gerakan Mahasiswa Di Zaman Demokrasi'. Tema ini dipilih karena memiliki makna dalam linggkup luas, tidak dalam sekelumit pers mahasiswa saja, namun juga seluruh mahasiswa berhak memiliki kebebasan dalam berekspresi. Seminar ini akan diisi oleh Suwarjono, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Dr. Muhhdi, SH., M.Hum, Rektor Universitas PGRI Semarang. Serta Abdus Somad, Sekjend PPMI Nasional. 

Selain melalui seminar, peenguatan juga diupayakan pelatihan jurnalistik. Senjata utama pers mahasiswa dalam melawan ketimpangan. Pelatihan jurnalistik ini dibagi menjadi tiga kelas. Yakni kelas pelatihan media yang diisi Fahri Salam, editor Pindai Media. Kemudian kelas advokasi yang akan diisi oleh Zainal Arifin dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang. Serta pelatihan perusahaan yang diisi olehh Hasan Aoni, alumi PPMI.

Ada juga persma fest, ajang perlombaan produk pers mahasiswa. Kegiatan ini sebagai bentuk apresiasi dan upaya memupuk semangat terhadap persma dalam melawan ketidakadilan dan segala bentuk kesewenang-wenangan melalui karya jurnalistiknya. Seperti buletin, fotografi, juga esai. 

Dengan keseluruhan rangkaian acara ini, persma mengukuhkan diri untuk berada pada posisi terdepan melawan pembugkaman juga pengebirian kebebasan mimbar akademik. Sebagai bentuk bakti kepada publik, juga kepada Pendidikan Tinggi yang ideal.

Narahubung:
Sekjen PPMI Nasional, Abdus Somad (089 631 532717)
Ketua Pelaksana Dies Natalis PPMI ke-23, Riswanto (081375722910)

Siaran pers ini juga bisa diunduh di laman resmi Persma.org
http://persma.org/siaran-pers/dies-natalis-ke-23-ppmi-ajak-pers-mahasiswa-soroti-ketidakadilan-di-institusi-pendidikan/