Senin, 23 November 2015

Resensi: Sindiran Korrie Lewat Cerpen Terbakar

Judul               : Terbakar
Karya              : Korrie Layun Rampan

Cerpen Terbakar karya Korrie Layun Rampan ini mengisahkan tentang tempat yang dianggap oleh masyarakat sekitar angker, yang bernama Bentas Babay. Nama itu adalah sebuah sungai terusan yang dibangun oleh seorang pedagan bernama Babay, dengan dalih ingin memperpendek jarak ke tempat dia berdagang. Pada suatu ketika, rekan yang membantu Babay bekerja membuat terusan sungai, seorang peladang bernama Mongkur menemukan istrinya tengah berselingkuh dengan pendayung perahu milik Babay. Kejadian itu berujung pada pembunuhan pendayung perahu Babay dan ditangkapnya Mongkur hingga ia sendiri dipenjara.

Dari kejadian tersebut, selanjutnya muncul banyak sekali kejadian-kejadian aneh dan menakutkan terjadi di daerah sekitar Bentas Babay. Mulai dari suara-suara yang tidak dikenal asal-usulnya, penemuan ular raksasa sebesar pohon, hingga seseorang yang mati karena tercebur dari tebing yang terletak di daerah Bentas tersebut dan mati dimangsa buaya.

Singkat cerita, dari cerita-cerita tersebut menjadi sebuah kutukan yang tidak terbantahkan. Meskipun di daerah Bentas Babay sangat kaya akan kayu-kayu yang berasal dari pohon yang berkualitas, sehingga banyak perusahaan-perusahaan penebangan hutan mendirikan pabrik mereka di sana.

Korrie secara tersirat menyindir generasi dan keadaan masyarakat Indonesia ‘pasca-reformasi’ dengan menggunakan istilah ‘keterbukaan yang kebablasan’. Era kebebasan dalam berkehendak, berpikir dan berkarya telah menjadikan sebuah masalah tersendiri berupa mulai banyak munculnya praktik korupsi, ekspansi terhadap kebebasan rakyat-rakyat kecil. Dan bahkan Korrie juga mengaitkan tentang isu-isu stabilitas nasional dan dunia pada waktu itu, seperti GAM, serangan teroris di Iraq dan sebagainya.

Korrie Layun Rampan sebagai penulis cerpen ini, bermaksud untuk menyampaikan pesan : bahwa keterbukaan dan kebebasan individu yang tercipta ‘pasca-reformasi’ tidak membuat bangsa menjadi lebih baik, namun malah menimbulkan masalah-masalah baru yang begitu kompleks. Dikisahkan di akhir cerita, bahwa perusahaan penebangan hutan itu terbakar setelah sebuah pesawat milik pemerintah jatuh di hutan milik perusahaan tersebut dan membakar seluruh pohon-pohon yang ada di daerah tersebut, hingga merambat ke pemukiman-pemukiman warga yang baru di bangun di sekitar Bentas Babay. Ini merupakan sebuah bentuk penggambaran dilema fenomena yang terjadi di negeri ini, bahwa masalah demi masalah timbul setelah adanya ‘kebebasan yang kebablasan’, yang lahir setelah reformasi. Sebuah sindiran tersendiri kepada moralitas bangsa yang semakin hari malah semakin turun.

Bisa jadi, ketika kita mengaitkan lagi tentang fenomena sekarang yang lagi marak diperbincangkan, yaitu kebakaran hutan yang menimbulkan asap tebal di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan, ada kemungkinan bahwa sebab-musabab dari masalah yang terjadi saat ini, adalah karena ulah dari bangsa kita sendiri.


Resensator: 
Kumba P. Dewa
Penulis adalah mahasiwa Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Saat ini ia aktif berproses sebagai  anggota di LPM Perspektif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar