Jumat, 28 November 2014

Opini Mengenai Kedaulatan Mahasiswa


Oleh : Rismal Akbar Rizaldi ( Humas KOMPAS OA&ES)
Evaluasi LSO dengan beberapa poin-poin penilaian telah diberikan oleh pihak PD 3 selaku bagian kemahasiswaan. Berdasarkan lembaran evaluasi yang diberikan, poin-poin penilaian inilah yang dijadikan dasar seberapa baik LSO tersebut, yang kemudian hasil evaluasi dijadikan acuan apakah LSO tersebut layak dikembangkan atau tidak. Dikembangkan disini termasuk dalam pembagian sekret dan dana pagu, yang mana keduanya merupakan faktor penting organisasi untuk berkembang.
Saya setuju mengenai adanya evaluasi yang diadakan oleh PD 3. Karena dengan adanya evaluasi, LSO dapat mengenal organisasinya lebih dalam lagi dan berbenah diri untuk menjadi lebih baik lagi. Pengadaan evaluasi tersebut dapat memacu kreatifitas mahasisa dalam pengadaan program kerja dan membangkitkan jiwa kompetitif setiap LSO untuk menjadi yang terbaik. Namun permasalahannya adalah  penilaian terhadap poin evaluasi tidak bisa disamaratakan.
Setiap LSO memiliki latar belakang dan profil organisasi yang berbeda. Hal ini tentu mendasari proses evaluasi yang tidak bisa disamakan. PD 3 bisa saja menyamakan poin-poin evaluasi pada setiap lso sebagai acuan, namun proses penilaian tidak dapat disamaratakan. Pihak yang menilai harus melihat mengapa organisasi berlaku demikian. Profil organisasi juga memegang peran mengapa organisasi mendapatkan penilaian rendah atau tinggi. Misal dalam penilaian prestasi, tidak semua organisasi bergerak dalam ranah kompetisi. LSO seperti KOMPAS OA&ES, MIXTH dan Perspektif tentu tidak menunjukkan prestasinya berupa sebanyak apa penghargaan yang mereka dapatkan. Karena kegiatan mereka memang bukan pada ranah kompetisi, LSO-LSO tersebut berkarya dan menghasilkan prestasi pada kegiatan-kegiatan lain yang tentu akan membawa nama fakultas. Inilah mengapa pada penilaian nanti, proses penilaian tidak bisa disamaratakan.
Selanjutnya, PD 3 tidak bisa menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar dari pembagian sekretariat maupun dana pagu. Bukan itu semestinya fungsi dari evaluasi yang diadakan, seperti yang disampaikan sebelumnya evaluasi merupakan pemicu lso untuk berkarya dan pemacu jiwa kompetitif. PD 3 tentu tahu berapa jumlah lso yang berdiri di fisip, mengapa tidak mempersiapkan sekretariat dengan jumlah yang sesuai dengan kapasitas. Pembangunan sekretariat dengan jumlah yang tidak sesuai ini memunculkan tanda tanya besar diantara mahasiswa yang terlibat organisasi. Sekretariat merupakan tempat organisasi untuk berkembang, kewajiban fakultas adalah untuk mengadakan wadah tersebut.

Selain evaluasi yang diadakan tersebut, pihak fakultas juga mengadakan pemlotingan dosen pembina LSO secara sepihak. Hasil ploting dosen tersebut tidak ada sosialisasi sebelumnya, bahkan hasil pemlotingan tersebut diberikan setelah ada kesepakatan bahwa LSO diberikan hak untuk memilih dosen pembinanya. Memilih dosen untuk mengawal langkah organisasi tentu tidak semudah itu. Perlu adanya kesepakatan anggota organisasi untuk menentukkan siapakah dosen yang cocok untuk dijadikan pembina. Sosok dosen yang bagaimanakah yang dapat mewakili organisasi tentu perlu adanya proses dengan perundingan anggota yang terlibat. Bukan semata-mata secara sepihak PD 3 mengeluarkan SK dengan nama LSO dan dosen pembina tertera diatasnya. Anggota organisasi seharusnya memiliki andil lebih besar dalam hal ini, pihak PD 3 hanya melihat organisasi pada permukaannya  saja, yang mengerti organisasi lebih dalam adalah anggota organisasi yang bergelut di dalamnya. Melihat hal ini saya rasa mahasiswa semakin tertekan dengan adanya kebijakan evaluasi ini. Karna evaluasi ini telah bergeser fungsinya menjadi alat untuk menekan  LSO dalam mengambil langkah guna pengembangan organisasi. Suara mahasiswa seperti tidak diperhitungkan dalam kebijakan evaluasi, pihak kemahasisawan lebih banyak mengambil langkah sepihak mengenai hal ini. Kita seperti dipaksa berpikir dan berkembang dalam ruang sempit minim oksigen, sulit. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar