Oleh : Kumba Permata Dewa*
Matahari akan
segera berganti ketika sinar-sinar jingga itu membingkas dan menyelusuri
tiap-tiap celah di lorong gelap yang kini kulintasi. Samar-samar bayanganku
telah memanjang ke belakang dan aku tetap menyelusuri lorong setengah gelap
itu. aku hanya mendesis menyuarakan bahwa matahari akan segera berganti.
“Bodoh...,”
rutukku dalam hati. Ada kemauan tersendiri mengapa aku kini melintasi lorong
dengan kegelapan yang terpecah menjadi siratan cahaya samar-samar yang berasal
dari sinar-sinar matahari yang akan segera berganti ini. Aku terus merutuki,
entah apa yang kulakukan, namun aku terus merutuki.
“Matahari
segera berganti dan kau masih saja berada dalam lorong ini seperti orang yang
ingin bunuh diri...,” suara dari dalam diriku mulai berbicara dan memaki-maki
diriku seolah-olah aku ini adalah orang yang pantas untuk dicaci, dimaki dan
dihina. Setelah kupikir-pikir, mungkin suara di dalam hatiku ini ada benarnya.
Matahari akan
segera berganti dan kini aku bisa merasakan seluruh terpaan sinarnya menerjang
wajah dan seluruh tubuhku, tatkala aku sampai di ujung lorong yang tadi gelap,
kemudian remang-remang dan sekarang mataku menjadi silau karena biasan sinar
jingga dari matahari yang akan segera berganti. Aku hanya merutuki diriku
sendiri saat itu.
Di mana saat
kegelapan terus memelukku, aku hanya terdiam dan berlalu sembari dilumat oleh
sekawanan monster-monster yang bernama kegelapan. Segala hal yang gelap, hitam
dan pekat tanpa ada arah menyeret-nyeretku ke dalam pusaran kehampaan. Dan aku
hanya terdiam tanpa ada perlawanan. Beruntung sekali monster-monster itu
menuntunku, hingga aku dapat menyelusuri lorong panjang itu. Lorong panjang
dimana ada satu berkas cahaya bingkas yang samar-samar terlihat di ujung tanpa
batas itu.
Matahari akan
segera berganti.
Aku hanya
merutuki diriku sendiri.
Di mana saat
sebuah cahaya perlahan memberikan sebuah warna pada lorong-lorong yang kutahu
berdinding pucat. Aku tak bisa memastikan karena cahaya itu sangat redup.
Adapun ketika aku semakin melangkah, cahaya makin lama makin bersinar, sebuah
warna jingga kekuningan. Aku hanya berjalan saja mengikuti lorong.
Matahari kini
telah tergelincir dan akan segera berganti.
Aku masih saja
menyesali dan merutuki diriku sendiri.
Kini aku sampai
di ujung lorong dengan seluruh cahaya matahari yang akan segera berganti
menerpaku, menabrak wajahku seperti halnya aku ini hanyalah sebuah samsak. Iya.
Samsak bagi sebuah lorong yang terus menyetirku.
“Bodoh...
kenapa kau tidak sadar...,”
Aku kemudian
tertawa sembari meraup wajahku sendiri dengan tanganku.
“Kenapa kau mau
menyelusuri lorong ini?,”
*****
Tentang Penulis:
*Kumba
Permata Dewa
Penulis adalah mahasiwa Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Brawijaya. Saat ini ia aktif berproses sebagai anggota di LPM Perspektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar