AKSI - puluhan mahasiswa yang tergabung dalam
Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi menuntut pihak dekanat FIA UB atas tindakan
represif terhadap LPM DIANNS di depan Rektorat, Rabu (6/5) siang.
|
Malang, PERSPEKTIF – Puluhan mahasiswa yang
tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi (AMPD) melakukan aksi di
depan rektorat universitas Brawijaya, Rabu (6/5). Mereka memberikan tiga
tuntutan kepada rektorat terkait pembubaran diskusi film “Samin Vs Semen” dan
“Alkinemonkiye” oleh dekanat Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas
Brawijaya Jumat (1/5) lalu.
Tuntutan pertama, mereka menolak evaluasi akademik
yang diberikan oleh pihak dekanat FIA kepada pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)
DIANNS. Kedua, mereka menuntut untuk terjaminnya demokrasi di dalam kampus.
Jaminan demokrasi berupa kebebasan pers sesuai dengan Undang-undang Nomor 40
Tahun 1990 dan kebebasan berpendapat yang dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945
Pasal 28. Ketiga, mereka menuntut pihak dekanat FIA untuk meminta maaf secara
terbuka atas pembubaran paksa film diskusi film “Samin Vs Semen” dan
“Alkinemonkiye” yang dianggap tidak memiliki izin dari dekanat FIA padahal
panitia telah mengantongi izin dari rektorat.
AMPD memulai aksi long march dari gazebo
Fakultas Kedokteran mengelilingi kampus dan berakhir di depan rektorat. Mereka sempat
berhenti di depan gedung FIA untuk berorasi dan membacakan puisi serta
melakukan proses tabur bunga. Mereka kemudian melanjutkan aksi hingga ke depan
rektorat UB. Mereka juga berorasi dan menabur bunga tujuh rupa di serambi
rektorat.
“Sesuai dengan koordinasi kemarin, kawan-kawan akan
bertahan sampai jam lima,” ujar Nanda Pratama, Korlap AMPD ketika ditanya
berapa lama aksi ini akan dilakukan. “Kita upayakan setiap jam bertambah,”
imbuhnya.
Mahasiswa FISIP tersebut menambahkan bahwa pihaknya sudah
menghubungi beberapa mahasiwa dari himpunan mahasiswa Ilmu Politik dan Ilmu
Pemerintahan untuk bergabung secara resmi dalam aksi tersebut. Dia berharap
dengan bergabungnya beberapa mahasiswa tersebut, sikap diam mahasiswa FIA
melihat perjuangan mahasiswa non-FIA akan tergugah untuk mengikuti aksi
tuntutan itu.
Namun setelah
menunggu cukup lama dan pihak rektorat
tidak memberikan respon, AMPD bergerak menuju FIA sekitar pukul 14.00 WIB.
Mereka melalukan orasi di depan gedung FIA. Diharapkan dengan kepindahan lokasi
orasi tersebut, tuntutan mereka dapat ditanggapi secepatnya. “Prinsip demokrasi
adalah prinsip yang terpenting untuk menjamin kehidupan berbangsa dan bernegara
lebih maju. Ketika ini dicederai oleh pihak kampus maka pihak kampus sebenarnya
harus membayar mahal terhadap pelanggaran yang dilakukan,” lanjut Nano
menunjukkan keseriusannya untuk mendesak pihak rektorat UB maupun pihak dekanat
FIA agar memenuhi tuntutan.
Sementara itu, di FIA sendiri evaluasi akademik
kepada mahasiswa pengurus LPM DIANNS tetap berlangsung. Seperti yang dilansir
dari livetweet LPM DIANNS, mereka
dipanggil secara berkelompok masing-masing 4 orang sesuai urutan yang dibuat
oleh otoritas pihak birokrat kampus. Pertemuan tersebut di pisahkan antara ruang
pertemuan orang tua dan mahasiswa. Di dalam ruangan, terdapat 2 orang dosen
dari Dewan Etis. Dewan Etis merupakan bentukan dekanat yg berfungsi sebagai
media komunikasi antara LPM DIANNS dan pihak dekanat. Disamping itu Dewan Etis
juga bertugas mengkonfirmasi kasus ini dari kedua belah pihak. Hingga berita
ini diturunkan, belum ada tindak lanjut dari pihak rektorat maupun dekanat FIA
untuk memenuhi tuntutan mahasiswa. (rzd/aw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar