Sabtu, 28 Maret 2015

Mereka yang Tersisa

Malang, PERSPEKTIF- Jarum jam menunjukkan angka 1 siang ketika tim Perspektif sampai di stasiun kota Kediri. Becak-becak berwarna kuning menghiasi jalanan depan stasiun Kediri. Tak ditemui satupun angkutan kota di jalanan sekitar stasiun untuk transportasi tim Perspektif ke Universitas Brawijaya di Kediri (UB kampus IV).

Tim kami berlindung dari gerahnya udara kota Kediri di bawah tenda biru milik para penjual makanan sekitar stasiun. Sebelum kereta pemberangkatan terakhir ke Malang tiba, kami haruslah mengunjungi UB kampus IV. Kehadiran UB kampus IV diwarnai dengan dukungan dan penolakan. Mulai dari dukungan dari Pemerintah Kabupaten (PemKab), mahasiswa UB Kediri, sampai penolakan dari Universitas swasta di Kediri. Ditambah dengan kabar simpang siurnya kepemilikan lahan dan saham dari pihak-pihak terkait yang membuat keberadaan UB Kediri semakin kurang jelas arah keberlanjutannya.

Di sekitar stasiun, kami bertemu dengan Mas Wirid Dinata, mantan ketua BEM UB kampus IV. Mahasiswa yang akrab disapa Wirid ini merupakan salah satu mahasiswa yang masih bertahan di UB kampus IV. “Saya memilih tetap di Kediri, soalnya tinggal ngerjain skripsi saja. Kebanyakan memang yang masih bertahan di kampus ini dan tidak ingin pindah adalah mahasiswa semester tua yang tinggal skripsi dan tugas akhir saja”, tutur mahasiswa jurusan Hukum angkatan 2011 ini. Sebagai seorang aktivis yang juga bergelut dengan masalah kebijakan kampus, Wirid mengakui belum adanya kejelasan lahan dan arah keberlanjutan UB kampus IV. “Pak Bisri (Rektor Universitas Brawijaya, red) bilang sih tanahnya ada, cuma sepertinya masih dirahasiakan”, jelasnya.

Dengan motor pinjaman dari Wirid, dua reporter dari tim Perspektif berhasil mencapai UB kampus IV. Perkuliahan siang sedang berlangsung saat itu dengan dosen yang berasal dari kampus Malang. UB Kampus IV yang berlokasi di Universitas Pawiyatan Daha (UPD) memang terkesan bukan sebagai kampus yang berdiri sendiri. Proses perkuliahan dilakukan dengan menumpang pada gedung UPD. Gedung berlantai 2 ini menjadi tempat bagi mahasiswa UB Kediri untuk melakukan proses perkuliahan meski belum adanya kejelasan keberlanjutan UB kampus IV.

“Saya lebih suka disini, karena dosen datang dengan waktu yang cukup lama,” sambut Choiria Anggraini, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012. Dengan bimbingan terjadwal, mahasiswa yang ingin mendiskusikan skripsi ataupun tugas kuliah tidak perlu menunggu dosen.

Wirid yang sedang bergelut dengan skripsi pun membenarkan hal tersebut. “Masalah bimbingan kami diberi kemudahan oleh dosen. Jika kami harus mencari dosen sampai ke kampus Malang, kami biasanya didahulukan dan dimudahkan untuk bertemu”, tutur mahasiswa asal Jombang tersebut.

Terlepas dari simpang siurnya keberlanjutan UB kampus IV, Choiria dan Wirid memiliki harapan yang sama akan keberlanjutan UB kampus IV. ”Sebagai orang Kediri, harapannya perkuliahan tetap bisa berjalan di sini”, ujar Choiria.

Ketidakjelasan dan gejolak yang terjadi di UB kampus IV membuat Rektor UB, Moh. Bisri mengambil kebijakan untuk menghentikan penerimaan mahasiswa baru (maba, red) tahun 2014 ke UB kampus IV. “Sambil memperjuangkan legalitas UB kampus IV, teman-teman BEM Kediri mengusahakan untuk dibukanya kembali pendaftaran mahasiswa baru untuk angkatan 2015 ini”, ungkap Wirid.

Selain menghentikan penerimaan maba, Moh. Bisri juga memberikan opsi kepada mahasiswa UB kampus IV untuk tetap bertahan di Kediri atau pindah ke UB Kampus Malang agar bisa merasakan fasilitas yang sama. “Teman-teman yang pindah ke Kampus Malang memang kebanyakan berasal dari luar kota”, tutur Wirid. Sedangkan bagi mereka yang bertahan di Kediri diberikan potongan uang kuliah sebesar 25 persen.


Walaupun banyak dari temannya yang pindah ke kampus Malang, Choiria masih tetap berkomunikasi dengan mahasiswa yang telah pindah ke kampus Malang. ”Mereka bilang masih perlu banyak adaptasi, tapi mereka senang,” pungkas perempuan asli Kediri ini. (mrs/dew/fhd/aks)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar