Malang, PERSPEKTIF- Jarum jam menunjukkan angka
1 siang ketika tim Perspektif sampai di stasiun kota Kediri. Becak-becak
berwarna kuning menghiasi jalanan depan stasiun Kediri. Tak ditemui satupun
angkutan kota di jalanan sekitar stasiun untuk transportasi tim Perspektif ke
Universitas Brawijaya di Kediri (UB kampus IV).
Tim kami
berlindung dari gerahnya udara kota Kediri di bawah tenda biru milik para
penjual makanan sekitar stasiun. Sebelum kereta pemberangkatan terakhir ke Malang
tiba, kami haruslah mengunjungi UB kampus IV. Kehadiran UB kampus IV diwarnai
dengan dukungan dan penolakan. Mulai dari dukungan dari Pemerintah Kabupaten
(PemKab), mahasiswa UB Kediri, sampai penolakan dari Universitas swasta di
Kediri. Ditambah dengan kabar simpang siurnya kepemilikan lahan dan saham dari
pihak-pihak terkait yang membuat keberadaan UB Kediri semakin kurang jelas arah
keberlanjutannya.
Di sekitar
stasiun, kami bertemu dengan Mas Wirid Dinata, mantan ketua BEM UB kampus IV. Mahasiswa yang akrab disapa Wirid
ini merupakan salah satu mahasiswa yang masih bertahan di UB kampus IV. “Saya
memilih tetap di Kediri, soalnya tinggal ngerjain skripsi saja. Kebanyakan
memang yang masih bertahan di kampus ini dan tidak ingin pindah adalah
mahasiswa semester tua yang tinggal skripsi dan tugas akhir saja”, tutur
mahasiswa jurusan Hukum angkatan 2011 ini. Sebagai seorang aktivis yang juga
bergelut dengan masalah kebijakan kampus, Wirid mengakui belum adanya kejelasan
lahan dan arah keberlanjutan UB kampus IV. “Pak Bisri (Rektor Universitas
Brawijaya, red) bilang sih tanahnya
ada, cuma sepertinya masih dirahasiakan”,
jelasnya.
Dengan
motor pinjaman dari Wirid, dua reporter dari tim Perspektif berhasil mencapai
UB kampus IV. Perkuliahan siang sedang berlangsung saat itu dengan dosen yang
berasal dari kampus Malang. UB Kampus IV yang berlokasi di Universitas
Pawiyatan Daha (UPD) memang terkesan bukan sebagai kampus yang berdiri sendiri.
Proses perkuliahan dilakukan dengan menumpang pada gedung UPD. Gedung berlantai
2 ini menjadi tempat bagi mahasiswa UB Kediri untuk melakukan proses perkuliahan
meski belum adanya kejelasan keberlanjutan UB kampus IV.
“Saya lebih suka disini, karena dosen datang
dengan waktu yang cukup lama,” sambut Choiria Anggraini, mahasiswa Ilmu
Komunikasi 2012. Dengan bimbingan terjadwal, mahasiswa yang ingin mendiskusikan
skripsi ataupun tugas kuliah tidak perlu menunggu dosen.
Wirid yang
sedang bergelut dengan skripsi pun membenarkan hal tersebut. “Masalah bimbingan
kami diberi kemudahan oleh dosen. Jika kami harus mencari dosen sampai ke
kampus Malang, kami biasanya didahulukan dan dimudahkan untuk bertemu”, tutur
mahasiswa asal Jombang tersebut.
Terlepas
dari simpang siurnya keberlanjutan UB kampus IV, Choiria dan Wirid memiliki
harapan yang sama akan keberlanjutan UB kampus IV. ”Sebagai orang Kediri,
harapannya perkuliahan tetap bisa berjalan di sini”, ujar Choiria.
Ketidakjelasan
dan gejolak yang terjadi di UB kampus IV membuat Rektor UB, Moh. Bisri
mengambil kebijakan untuk menghentikan penerimaan mahasiswa baru (maba, red)
tahun 2014 ke UB kampus IV. “Sambil memperjuangkan legalitas UB kampus IV,
teman-teman BEM Kediri mengusahakan untuk dibukanya kembali pendaftaran
mahasiswa baru untuk angkatan 2015 ini”, ungkap Wirid.
Selain
menghentikan penerimaan maba, Moh. Bisri juga memberikan opsi kepada mahasiswa
UB kampus IV untuk tetap bertahan di Kediri atau pindah ke UB Kampus Malang
agar bisa merasakan fasilitas yang sama. “Teman-teman yang pindah ke Kampus
Malang memang kebanyakan berasal dari luar kota”, tutur Wirid. Sedangkan bagi
mereka yang bertahan di Kediri diberikan potongan uang kuliah sebesar 25
persen.
Walaupun
banyak dari temannya yang pindah ke kampus Malang, Choiria masih tetap
berkomunikasi dengan mahasiswa yang telah pindah ke kampus Malang. ”Mereka
bilang masih perlu banyak adaptasi, tapi mereka senang,” pungkas perempuan asli
Kediri ini. (mrs/dew/fhd/aks)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar