Sabtu, 28 Maret 2015

Editorial: Polemik UB Kampus IV

Terombang-ambing mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan status Universitas Brawijaya di Kediri (UB Kampus IV). Mulai dari dihentikannya penerimaan mahasiswa baru tahun ajaran 2014, migrasi mahasiswa UB kampus IV ke kampus Malang, hingga sengketa lahan yang tak berujung.

Pemerintah Kota Kediri (Pemkot) dan Pemerintah Kabupaten Kediri (Pemkab) saling berebut brand UB. Sampai pemberitaan di media massa surut, belum ada yang mau mengalah hingga saat ini. Sementara mereka yang membuat kebijakan bersengketa, mahasiswa UB kampus IV yang tersisa masih memiliki harapan. Mereka memilih tetap bertahan di Kediri walaupun dengan fasilitas yang kalah jauh dibanding dengan kampus Malang. Faktor ekonomi menjadi salah satu dari sekian banyak faktor yang tidak memungkinkan mereka untuk pindah ke kampus Malang.

Dengan segala keterbatasan yang ada di UB kampus IV, mahasiswa di sana masih memiliki harapan agar perkuliahan di Kediri tetap berlanjut. Sebagian dari mereka juga berjuang agar legalitas UB kampus IV bisa didapatkan, walaupun harus pulang pergi Malang-Kediri untuk menuntutnya. Lain lagi dengan mahasiswa yang pindah ke kampus Malang. Mereka senang bisa merasakan fasilitas yang seharusnya mereka dapatkan sejak beberapa semester lalu.


Diantara mereka yang bersengketa, mereka yang berjuang, dan mereka yang tersisa, pihak rektorat UB hanyalah menunggu dan melihat saja polemik yang berkelanjutan dari para pengambil kebijakan. Hingga hari ini pun, UB kampus IV masih terombang-ambing dalam polemik yang belum berujung. Di buang sayang, di lanjutkan bermasalah. Ketegasan pihak UB sejatinya diperlukan dalam polemik UB kampus IV ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar