Malang,
PERSPEKTIF – Pemilihan Mahasiswa 2014 (Pemilwa)
FISIP kini telah memasuki tahap kampanye (11/12). Pemilwa menjadi agenda untuk
menjadi salah satu perwakilan mahasiswa di tingkat fakultas. Dengan kehadiran
momen Pemilwa, persepsi akan perpolitikan kampus ini-pun selalu hangat dan
menarik untuk dibahas.
Kehadiran momen pemilwa erat dengan
kehadiran Mahasiswa Baru (Maba).
Dalam momen tersebut, kandidat dan tim sukses akan mempertimbangkan suara di
tingkat mahasiswa baru. Menurut M. Fajar Shodiq Ramadlan, mahasiswa baru
termasuk golongan massa mengambang. ”Kalau dilihat dari perspektif marketing
politik, mahasiswa baru cenderung belum mempunyai identifikasi politik,” ujar
Dosen Politik ini.
Jumlah mahasiswa baru yang cukup signifikan
membuat mereka dipilih sebagai salah satu pasar. ”Ini bukan masalah mereka mudah
diajak atau dipengaruhi, tetapi lebih ke pemahaman mereka yang belum cukup,”
jelas pria kelahiran Nganjuk ini.
“Berbicara politik kampus, saya
yakin tidak semua mahasiswa punya ketertarikan yang sama tentang ini, terlebih
bagi mahasiswa baru yang belum memiliki pilihan,” tambah Fajar. Interpretasi
terhadap politik kampus memang berbeda. Jika dimaknai positif, ajang semacam Pemilwa
bisa menjadi sarana belajar. Turut serta dalam proses pemilihan merupakan
pembelajaran dalam hal kontestasi politik. Tetapi jika dimaknai negatif, yang
muncul adalah mengenai persepsi politik yang ambisius, atau gila jabatan.
Menurut Derry Septian Wijaya, tim
sukses dari salah satu calon tahun lalu mengatakan hal serupa. “Maba memang
menjadi pilihan, tetapi itu kan salah satu dari beberapa pilihan,” ujar
mahasiswa Sosiologi angkatan 2012 ini. Derry menambahkan bahwa kejadian seperti
peminjaman Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) dan ajakan memilih merupakan hal yang
bisa menjadikan proses belajar memahami politik kampus. ”Meski awalnya cuma
sekedar ikut, saya pikir hal ini bisa mengembangkan pola pikir mahasiswa dan
tahu hasilnya seperti apa,” lanjut Mahasiswa asal Sumenep ini.
Nur Mufidatul Hanum, mahasiswa
semester 5 yang berturut-turut menjadi tim sukses sejak masih berstatus maba membenarkan apabila
maba memang sebagai
target utama pemilih. “Karena maba
biasanya masih antusisas dan belum terkontaminasi ‘golongan’ tertentu. Kalau
Mala (Mahasiswa Lama) biasanya sudah malas dan cenderung ke salah satu
‘golongan’,” ungkapnya.
Diungkit mengenai strategi Tim
Sukses yang hingga kini paling sukses diterapkan, Hanum mengungkapkan kampanye
melalui media sosial-lah yang paling efektif. “Di sana (media sosial, ed.) kita
menyebarkan informasi tentang profil, visi-misi, dan keunggulan capres yang
kita usung agar lebih dikenal. Selain itu kampanye class to class juga
saya rasa masih bisa diterapkan,” pungkas perempuan berkerudung ini (14/12).
Pesta demokrasi yang terus digelar setiap tahunnya ini
memberikan penilaian yang berbeda-beda dan menjadi salah satu tolak ukur
berhasil tidaknya strategi yang dilakukan oleh panitia dan Tim Sukses. Salah
satu mahasiswa Hubungan Internasional 2012, Cyntia Riski mengungkapkan
persiapan Pemilwa 2014 kurang terlihat. Hal ini membuat ia harus memikirkan
berkali-kali apakah tahun ini akan kembali mencoblos atau tidak. Cyntia menambahkan, semakin
menginjak semester tua,
mahasiswa cenderung sibuk
dengan urusan kelulusan
dan sudah mengabaikan urusan lain dalam kampus. “Tidak adanya kampanye untuk mahasiswa lama
dan posisi maba yang masih semangat-semangatnya merayakan pesta
demokrasi ala kampus membuat semakin minimnya pemilih dari mahasiswa lama,”
ujar Cyntia mengakhiri. (mrs/idp/lis/aks)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar