Sejak awal
berdirinya FISIP tahun 2004, FISIP mengalami kemajuan yang bisa dikatakan cukup
cepat. Adanya pertentangan pembangunan FISIP dari beberapa fakultas lain tak
mematahkan semangat beberapa civitas akademika, yang saat itu diprakarsai oleh
dekan FISIP saat ini, Darsono Wisadirana untuk melanjutkan pendirian FISIP. Tim
Perspektif melakukan wawancara khusus dengan Darsono (23/10) untuk mengetahui
sepak terjangnya dan harapannya setelah tidak menjabat menjadi dekan lagi.
Berikut hasil wawancara kami:
Perpektif (P): Bagaimana sejarah FISIP hingga dapat menjadi
fakultas yang besar seperti sekarang ?
Darsono (D):
FISIP
itu dibangun dari perjuangan. Mulai tidak ada nama FISIP kemudian saya mencoba
untuk mengembangkan Universitas melalui pengembangan fakultas. Kebetulan saya
adalah penggagasnya. Pada saat itu, saya bermimpi Universitas Brawijaya (UB)
ini memiliki Fakultas Sosial, karena kampus besar mana pun selalu memiliki
fakultas tersebut, tapi UB waktu itu tidak ada. Kemudian saya merasa perlu
mendirikan fakultas ilmu sosial, tapi pada saat itu beberapa kolega merasa
tidak peru karena sudah ada FIA (Fakultas Ilmu Administrasi) tapi saya rasa itu
berbeda. Kemudian saya diberi kesempatan oleh Bapak Yogi untuk menulis proposal
Program Studi Ilmu Sosial kepada Dikti. Pada saat itu disetujui tapi hanya
berlandaskan SK Rektor, hanya saja pembiayaan itu dibiayai sendiri. Nah kata-kata
“dibiayai sendiri” ini ditafsirkan lain oleh Universitas bahwa dibiayai oleh
prodi sendiri, sehingga pada saat itu kami menggunakan biaya pribadi, dan bantuan
dari beberapa kolega. Berjalanlah Prodi ini dengan sangat sederhana. Hanya
bermodal dua ruangan di RKB. Tahun pertama kami bahkan sempat defisit dan
sempat kesulitan membiayai karyawan. Tapi saya bersyukur, FISIP dapat
berkembang pesat hingga seperti sekarang di usianya yang masih muda, bahkan
menyamai fakultas yang sudah dibangun puluhan tahun.
P: Bagaimana
kesan bapak selama menjadi dekan FISIP?
D: Karena FISIP ini dibangun
dari perjuangan, saya tidak pernah merasa sebagai pimpinan. Saya merasa sebagai
pekerja yang fokus dan berjuang untuk mengembangkan FISIP agar dapat seperti
fakultas yang sudah lama berdiri. Dulu kita sering disindir pada saat menempati
RKB, saya sejujurnya sedih pada saat itu. Maka dari itu saya benar-benar
berjuang agar FISIP ini memiliki
bangunan sendiri dan Alhamdulillah, bisa sampai seperti sekarang ini. Supaya mahasiswa saya juga dapat bangga menjadi
bagian dari FISIP.
P: Pernahkah
pada saat kecil Bapak terpikirkan untuk menjadi seorang dekan?
D: Tidak,
justru dulu saya bercita-cita menjadi seorang camat (kepala kecamatan) karena
camat bisa mengatur sebuah daerah agar dapat menjadi sejahera. Lalu cita-cita
saya yang kedua ingin menjadi seorang akademisi yang bergelar “Prof. Dr. Ir”
karena saya terinspirsi oleh Insinyur Soekarno. Tapi sama sekali tidak
terpikirkan untuk menjadi dekan ataupun rektor.
P: Apa
keunikan FISIP Universitas Brawijaya ini dibandingkan Fakultas Ilmu Sosial di
Universitas lain?
D: Kalau
dari segi perkembangan, kita sering mendapat pujian dari kalangan akademisi
Fakultas Sosial lain bahwa FISIP ini sangat cepat berkembang. Mereka kagum
dengan kemajuan FISIP hingga seperti sekarang bahkan setara dengan mereka yang
sudah lama berdiri. Selain itu, FISIP kita ini sudah menembus dunia. FISIP UB
ini merupakan pelopor Fakultas Ilmu Sosial yang menjalin kerja sama dengan luar
negeri. Salah satunya ialah programdoube
degree. Kemudian dari segi akademisFISIP kita menerapkan kurikulum yang
berbeda dibandingkan Fakultas Sosial pada umumnya. Kita adalah fakultas pertama
yang menerapkan kurikulum 40% praktik 60% teori. Sedangkan kurikulum yang biasa
diterapkan untuk tingkt S1 adalh 30% praktik 70% teori. Hal ini saya terapkan
karena saya ingin mahasiswa saya dapat memiliki bekal praktik yang cukup untuk
terjun ke dunia kerja. Tetapi juga tetap mampu jika ingin melanjutkan menjadi
seorang akademisi.
P: Seberapa
penting FISIP ini bagi bapak?
D: FISIP bagi saya ini
seperti rumah sendiri. Terus terang saya justru lebih nyaman berada dikantor
daripada dirumah (kemudian tertawa). Seolah-olah FISIP ini seperti bagian dari
saya. Bahkan kalau diijinkan saya ingin nanti ketika meninggal dimakamkan di
area FISIP. Tapi karena ini milik Negara jadi tidak boleh (kemudian tertawa).
P: Ketika
Bapak tidak lagi mengabdi sebagai dekan, hal apa yang akan Bapak rindukan dari
FISIP ini?
D: Harapannya saya jadikanlah lembaga
ini seperti lembaga masyarakat. kalo misalnya ini dijadikan ajang konflik kan
sayang udah sebesar ini. Jadi harapannya,
siapapun yang menjadi penerus penerus itu loyalitas, komitmen untuk
membangunFISIP ini kedepan, untuk mencapai visi misi. (nnd/rda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar