Kau itu ulat kepompong,
yang diam dalam gendongan
Tertidur karna nyaman,
terbangun karna nyaman
Mungkin kau merasa
dimanja Tuhan, sampai kau lupa akan syahadat perjanjian
Saat kau hidup dalam
kandungan
Saat Tuhan bisikkan
tawaran
Saat kepalamu kau
anggukkan
Saat terjadi
kesepakatan, saat itu pula kau terlahirkan
Kau mulai menantang
simulasi kehidupan, sambil merindu datangnya kematian
Sebagai pintu kehidupan
Kau mencari simulasi
cobaan atau merekayasa cobaan
Agar kau semakin siap
menyambut pintu kehidupan, kematian
Karna kau ingat
bisikkan Tuhan yang tak memberi cobaan diluar batas kemampuan
Kau tak pernah bosan
jatuh bangun menempuh perjalanan
Kau sangat menikmati
simulasi kehidupan
Sebagai makhluk sosial
kau rela berkorban
Sebagai makhluk
qur’aniyah kau membaca segala bacaan
Sebagai makhluk pelupa
kau tak malu menulis catatan-catatan
Sebagai makhluk
homofabulo kau berbagi cerita tanpa ada yang dirahasiakan
Dan sebagai manusia
normal kau pun tenggelam dalam kesombongan
Saat seribu satu pujian
ternyanyikan
Kau mulai tertidur
karna nyaman, dan terbangun karna nyaman
Kau terselimuti
kepompong pujian
Kau telah buta akan
simulasi kehidupan, kau lupa kalau kau itu ulat yang belum mampu terbang
Kau lupa kalau kepompong
itu titik penentuan, bukan titik kenyamanan
Penentuan antara
kehidupan dan kematian
Anatara membuka jalan
dan dibukakakan
Antara keberhasilan dan
kegagalan
Antara bisikan Tuhan
dan setan
Semua terserah padamu
karna hidup itu pilihan
Ingat, jika kau mampu
merobek sendiri kepompongmu dan membuka jalan
Maka kau berhasil keluar
dengan sayap perobek awan
Tapi jika tangan lain
yang merobek kepompongmu sebagai pembuka jalan
Maka kau terbangun
tanpa sayap, keluar dengan kegagalan
Seperti mereka yang
terselimuti kepompong jabatan, mereka yang tidur dalam istana negara karena
nyaman, mereka yang tidur dalam mobil dinas karena nyaman dan mereka yang tidur
dalam gedung persidangan karena nyaman
Mereka lebih memilih
menunggu kegagalan ditemani uang daripada membuka jalan untuk rakyat yang
membayarnya mati-matian
Mereka lupa kalau zona
nyaman belum tentu aman
* Muhammad Ali Mas’ud
Penulis
adalah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Islam
Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar