Rabu, 02 September 2015

LULUS

Perkara lulus, saya ingat akan pertanyaan kakak tingkat saya “kamu ingin lulus tepat waktu atau lulus di waktu yang tepat?.” Pertanyaan sederhana namun membuat saya merenung cukup dalam. Saya ingat sewaktu masuk ke kampus ini pertama kali tahun 2012, motivasi yang diberikan para petinggi kampus adalah lulus tiga setengah tahun. Lebih cepat lulus, maka lebih baik. Atau sekiranya, jika tidak bisa lulus tiga setengah tahun, maka lulus tepat waktu empat tahun juga cukup baik. 

Jika melihat ke masa lampau, doktrin lulus tepat waktu ini tak lepas dari dampak Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) tahun 1978 yang dikeluarkan Soeharto. Di tahun-tahun tersebut aktivitas politik kampus mati. Akibat doktrin tersebut aktivitas sebagian kecil mahasiswa seperti unjuk rasa atau mengikuti organisasi mahasiswa ekstra kampus menjadi sebuah hal yang aneh bagi mahasiswa kebanyakan saat ini. Menjadi sebuah paradoks sekaligus ironi di saat sistem demokrasi membuka keran selebar-lebarnya untuk menyuarakan aspirasi tapi tak dimanfaatkan dengan baik, malah terbuang dengan sia-sia.

Mereka yang lulus tepat waktu tidaklah salah karena memang ada berbagai macam tuntutan, apalagi jika mengingat di kampus kita diterapkan kebijakan SPP Progresif. Perkara lulus tepat waktu atau lulus di waktu yang tepat adalah perkara bagaimana kita mengambil perspektif sebagai mahasiswa dalam menjalani kuliah. Selama tiga tahun saya berkuliah, ilmu tidak hanya didapatkan dari dalam ruang kelas, ia hadir di tempat yang tak kita duga seperti di warung kopi bahkan sampai di pinggir rel kereta api. Selama berkuliah juga saya banyak menemui orang-orang hebat. Orang-orang hebat yang saya maksudkan bukanlah orang-orang terkenal, pejabat negara, ataupun mahasiswa pegiat PKM, melainkan orang-orang yang memiliki keberanian dan sikap bijak. Orang-orang seperti itu menjelma dalam diri beberapa teman-teman di kampus dan di luar kampus.

Jika menuruti filsafat absurd ala Albert Camus, maka tujuan utama masuk kuliah adalah menyelesaikan kuliah itu sendiri, bukan mencari ilmu atau bekal CV untuk melamar pekerjaan. Kita tahu suatu saat kuliah kita akan sampai di ujung perjalanan, maka kita harus bisa mengisi kehidupan kuliah agar jadi bermakna. Entah itu dengan jalan mengikuti organisasi, menjadi aktivis, melebur dengan masyarakat, dan masih banyak hal bermanfaat lain daripada mengisi kehidupan kuliah dengan sekedar nongkrong di kafe atau shopping ke mal. Banyak hal positif yang bisa dilakukan seorang mahasiswa di samping kuliah-pulang-kuliah-pulang dan sekedar bercita-cita lulus tepat waktu. Toh, lulus tidak tepat waktu bukanlah aib jika waktu-waktu selama kuliah dimanfaatkan dengan baik, tidak sekedar berhedonisme ria.

Tentang Penulis:
Annisa Kurniasari Saumi
Mahasiswi Ilmu Komunikasi 2012, Pimpinan Redaksi LPM Perspektif 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar